Mereka adalah orang-orang yang rela meninggalkan sebagian nikmat dunia. Dengan segenap daya dan kekuatannya yang begitu terbatas, mereka terus mengasah optimisme dirinya untuk terus bergerak dalam dakwah.
Mengajarkan alif lam mim, kepada anak-anak yang buta huruf. Tak ada tujuan berarti, hanya semata agar mereka bisa membaca Al-Qur’an dan menjadi manusia-manusia yang mempunyai akhlakul karimah
Ramadhan dan hari raya, adalah momentum bersuka ria. Momen kemenangan atas setiap muslim yang melaksanakan serangkaian ibadah mulia di bulan Ramadhan.
Sahabat dermawan, apa yang terlintas dipikiran kita saat kita jauh dari keluarga di hari itu? Bagaimana rasanya berlebaran bukan di kampung halaman sendiri? Apalagi saat sekarang, tak ada peluang untuk berkumpul sebab corona yang membatasi. Apalagi guru ngaji seperti mereka, bertugas di tempat-tempat yang jauh, dengan keadaan pangan yang tak mencukupi karena tak ada pekerjaan sampingan setelah bekerja dari rumah diberlakukan
Kesabaran juga kerap menjadi pakaian para Guru Ngaji. Karena mereka tak pernah meminta bayaran seusai berbagi ilmu atau melaksanakan tugas-tugasnya. Apalagi dalam situasi pandemi yang masih belum usai seperti saat ini, banyak di antara mereka yang terpaksa harus tetap bersabar dalam menghadapi keadaan.
Demikianlah yang dirasakan oleh para guru ngaji. Mereka meninggalkan semua itu, dengan alasan ikhtiar untuk mencerdaskan ummat.